Monday 25 October 2010

Mantan Panitera MK Melapor ke Kompolnas

Tersangka pemalsuan dokumen dan penyalahgunaan wewenang, mantan panitera Mahkamah Konstitusi Zainal Arifin Hoesein mengadukan penyidik Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri sekaligus memohon perlindungan hukum kepada Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas).

Kuasa hukum Zainal, Andi Muhammad Asrun mengatakan, kliennya keberatan dengan surat pemanggilan dan penetapan sebagai tersangka oleh Bareskrim. Dia mengklaim Zainal hanya melaksanakan tugas dengan mengirimkan surat Mahkamah Konstitusi Nomor 121/PAN.MK/VIII/2009 bertanggal 27 Agustus 2009.

Surat itu untuk menjawab surat Komisi Pemilihan Umum Nomor 1985/KPU/VIII/2009 tanggal 26 Agustus 2009 yang meminta penjelasan mengenai putusan perkara perselisihan perolehan suara di daerah pemilihan Sumatera Selatan I. "Pak Zainal melaksanakan kewajiban fungsi yudisial MK sebagai perintah jabatan sehingga tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana," kata Asrun kepada wartawan di Gedung MK, Jakarta, Senin (25/10/2010).

Kasus ini berawal dari surat-menyurat mengenai pelaksanaan putusan MK tentang perselisihan hasil pemilu legislatif yang diajukan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pada 2009 lalu.
Kader PPP Ahmad Yani yang kini menjadi anggota Komisi III DPR memohon gugatan ke MK karena kehilangan sejumlah suara di 5 kecamatan di Sumatera Selatan. MK mengabulkan gugatan tersebut dan menambahkan 10.417 suara sehingga suara PPP meningkat menjadi 78.478 dari sebelumnya 68.061 suara.

Masalahnya, dalam amar putusannya, MK tidak menyebut kepada siapa suara tambahan tersebut diberikan, sehingga KPU meminta penjelasan melalui surat. Kepada KPU, Zainal dalam suratnya mengutip amar putusan MK sekaligus menerangkan alokasi suara diberikan kepada pemohon yaitu Ahmad Yani sehingga 1 kursi yang diperoleh PPP di daerah pemilihan tersebut diberikan KPU kepada Ahmad Yani sebagai calon peraih suara terbanyak.

Hal tersebutlah yang digugat calon lainnya yakni Usman Tokan yang sebelumnya mengungguli Ahmad Yani ke PTUN. Dia meminta PTUN membatalkan Yani sebagai anggota DPR namun ditolak. Usman beralasan tambahan suara sebanyak 10.417 suara adalah milik partai, bukan milik Yani.

Tak berhenti di situ, Usman juga melaporkan kasus tersebut ke Bareskrim Polri sampai akhirnya Zainal ditetapkan sebagai tersangka. “Ini kriminalisasi terhadap pejabat. Bisa jadi kasus Bibit-Chandra kedua. Saya harap Ketua MK menulis surat ke Bareskrim demi hukum dan moral. Tak benar orang menjalankan tugas kok dikriminalkan, nanti bisa berkembang juga ke hakim,” kata Asrun.

Sebelumnya, Ketua MK Mahfud MD mempersilakan Polri untuk memproses kasus tersebut. Dia tidak mau berkomentar banyak dan mempersilahkan wartawan bertanya langsunng ke pihak Polri.

No comments:

Post a Comment